February 2016



Demi Allah

Sebagai guru Indonesia saya bersumpah/berjanji :

1.  Bahwa saya akan membaktikan diri saya untuk tugas   
     mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan   
     mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik 
     guna kepentingan kemanusiaan dan masa depannya;

2.  Bahwa saya akan melestarikan dan menjunjung tinggi 
      martabat guru sebagai profesi terhormat dan mulia;

3.  Bahwa saya akan melaksanakan tugas saya sesuai dengan 
     kompetensi jabatan guru;

4.  Bahwa saya akan melaksanakan tugas saya serta 
      bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutamakan 
      kepentingan peserta didik, asyarakat, bangsa dan negara 
      serta kemanusiaan;

5.  Bahwa saya akan menggunakan keharusan profesiaonal 
     saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama dan 
     Pancasila;

6.  Bahwa saya akan menghormati hak asasi peserta didik 
      untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai 
      kedewasaannya sebagai warga negara dan bangsa 
      Indonesia yang bermoral dan berakhlak mulia;

7.  Bahwa saya akan berusaha secara sungguh-sungguh 
     untuk meningkatkan keharusan profesional;

8. Bahwa saya akan berusaha secara sungguh-sungguh untuk 
   melaksanakan tugas guru tanpa dipengaruhi pertimbangan 
   unsur-unsur di luar pendidikan;
9.  Bahwa saya akan memberikan penghormatan dan 
     pernyataan terima kasih kepada guru yang telah 
     mengantarkan saya menjadi guru Indonesia;

10.Bahwa saya akan menjalin kerja sama secara sungguh-
      sungguh dengan rekan sejawat untuk menumbuh
      kembangkan dan meningkatkan profesionalitas guru 
      Indonesia;

11.Bahwa saya akan berusaha untuk menjadi teladan dalam 
     perilaku bagi peserta didik dan masyarakat;

12.Bahwa saya akan menghormati; menaati dan mengamal     
     kan kode etik guru Indonesia.


Saya ikrarkan sumpah/janji *) ini secara sungguh-sungguh 
dengan mempertaruhkan kehormatan saya sebagai guru 
profesional.



sumber : http://pgri.or.id/

Belum genap dua bulan permen No.64 tahun 2015 dikeluarkan, "sudah ada" daerah yang menerapkannya. Seperti yang diberitakan Tempo, di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, tak hanya murid yang dilarang merokok di sekolah. Para guru yang biasanya dengan leluasa menikmati asap rokok di sekolah harus menghentikan kebiasaannya mulai Selasa, 23 Februari 2016. Perubahan kebiasaan ini berdasarkan imbauan Bupati Bima, Indah Damayanti. “Imbauan ini akan kami tindaklanjuti dengan surat edaran resmi dari Kepala Dinas Dikpora,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bima Tajudin, Selasa, 23 Februari 2016 (Sumber: Tempo).

Aktivitas merokok memang merupakan hal yang sudah biasa kita saksikan dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Merokok bagi sebagian orang merupakan kebutuhan dengan berbagai alasan. Bahkan ada ungkapan, masam rasanya mulut jika belum merokok. Terlebih lagi jika selesai makan ataupun saat hawa dingin (sedang hujan), merokok adalah aktivitas yang jamak.

Telah diketahui bersama, bahkan oleh si perokok sendiri, aktivitas merokok merupakan hal yang membahayakan kesehatan, baik bagi si perokok maupun orang yang berada di sekitarnya. Aktivitas ini rupanya sangat memprihatinkan, terutama bagi perwujudan generasi yang sehat dan kuat tanpa asap rokok, sehingga pemerintah (Kemendikbud) mengeluarkan permen ini.

Aktivitas merokok bagi masyarakat kita, masih merupakan hal yang harus dimaklumi. Budaya orang timur menempatkan kita "terpaksa" membiarkan saat ada orang merokok di dekat kita. Susah memang. Merokok adalah hak asasi bagi mereka. Namun, seharusnya mereka (perokok) menyadari pula bahwa kesempatan menghirup udara segar juga hak asasi orang lain.
Oleh karena itu, seharusnya pihak perokok sadar dan memiliki sikap tenggang rasa kepada orang-orang di sekitar yang tidak merokok.

Jika merokok tak dapat dihindarkan, bagaimana solusinya?
1. Merokok di luar ruangan atau di ruangan khusus yang mungkin disediakan.
Ini artinya, jangan merokok di dalam ruangan termasuk tidak merokok di dekat orang lain yang tidak merokok.
2. Jika merokok di luar ruangan, harus dilakukan jauh dari orang lain (lain situasinya jika sudah menyingkir malah orang lain yang mendekat).

Dua hal ini yang sering disampaikan pihak Puskesmas saat sosialisasi tentang kesehatan (PHBS).

Semua orang sudah tahu bahaya rokok. Semua guru sudah tahu tentang larangan ini. Peraturan di lingkungan lembaga pendidikan pun sudah dibuat. Namun pelanggaran bisa saja tetap terjadi. Lantas? Terserah mereka, ingin menunjukkan jati diri mereka seperti apa: Merokok yang bermartabat (memperhatikan dua hal di atas) atau merokok tanpa tenggang rasa sedikitpun.

Mari para guru, kita jaga marwah dan martabat profesi ini. Jika bukan kita yang menjaganya, siapa lagi?
Wallahu a'lam bishshawab...

Berikut salinan Permendikbud No.64 tahun 2015 yang ditandatangani pada lalu 29 Desember 2015 ini:

SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64 TAHUN 2015
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK DI LINGKUNGAN SEKOLAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat didukung dengan penciptaan lingkungan sekolah yang bebas dari pengaruh rokok;
b. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dari dampak buruk rokok, perlu menciptakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380);
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 6. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI LINGKUNGAN SEKOLAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sekolah adalah Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta.
2. Lingkungan sekolah adalah lokasi tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler.
3. Pihak lain adalah orang yang melakukan aktivitas di dalam lingkungan sekolah, selain kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik.
4. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau mempromosikan rokok.

Pasal 2
Kawasan tanpa rokok bertujuan untuk menciptakan Lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok.

Pasal 3
Sasaran Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah:
a. kepala sekolah;
b. guru;
c. tenaga kependidikan;
d. peserta didik; dan
e. pihak lain di dalam Lingkungan sekolah.

Pasal 4
Untuk mendukung Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah, Sekolah wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. memasukkan larangan terkait rokok dalam aturan tata tertib sekolah;
b. melakukan penolakan terhadap penawaran iklan, promosi, pemberian sponsor, dan/atau kerja sama dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh perusahan rokok dan/atau organisasi yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan rokok, untuk keperluan kegiatan kurikuler atau ekstra kulikuler yang dilaksanakan di dalam dan di luar Sekolah;
c. memberlakukan larangan pemasangan papan iklan, reklame, penyebaran pamflet, dan bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan atau yayasan rokok yang beredar atau dipasang di Lingkungan Sekolah;
d. melarang penjualan rokok di kantin/warung sekolah, koperasi atau bentuk penjualan lain di Lingkungan Sekolah; dan
e. memasang tanda kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah.

Pasal 5
(1) Kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan Pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok di Lingkungan Sekolah.
(2) Kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik apabila melakukan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Kepala sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan, dan Pihak lain yang terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah.
(4) Guru, tenaga kependidikan, dan/atau peserta didik dapat memberikan teguran atau melaporkan kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di Lingkungan Sekolah.
(5) Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan teguran atau sanksi kepada kepala sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan/atau Pihak lain.

Pasal 6
Larangan penjualan rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan pasal 5 ayat (1) berlaku juga terhadap larangan penjualan permen berbentuk rokok atau benda lain yang dikonsumsi maupun yang tidak dikonsumsi yang menyerupai rokok atau tanda apapun dengan merek dagang, logo, atau warna yang bisa diasosiasikan dengan produk/industri rokok.

Pasal 7
(1) Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit dalam satu tahun.
(2) Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota menyusun dan menyampaikan hasil pelaksanaan pemantauan kepada walikota, bupati, gubernur, dan/atau menteri terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kewenangannya.
(3) Sekolah wajib melakukan pembinaan kepada peserta didik yang merokok di dalam maupun di luar Lingkungan Sekolah sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.

Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Desember 2015

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1982
Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Aris Soviyani
NIP196112071986031001

Sumber salinan permendikbud: Kemdikbud
Sumber gambar: sekedarinfosedikit.blogspot.com.

Data ini mengambil laman resmi http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/. Data yang ditampilkan ini akurat dan tak ada rekayasa dari admin website ini. Terkait dengan jika ada beberapa sekolah yang belum tuntas pengiriman data Dapodik-nya (sesuai tampilan ini), agar pihak bersangkutan segera melakukan update/sinkronisasi sebelum batas waktu berakhir.
Untuk melihat rincian daftar sekolah, silakan klik nama Kecamatan yang dimaksud )berwarna biru).


Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera bagi Kita Semua
Bapak dan Ibu Guru yang Terhormat, izinkanlah pada kesempatan kali ini, kami berbagi sedikit pengalaman dan pengetahuan terkait dengan profesi kita sebagai seorang pendidik. Dengan harapan artikel ini bisa sedikit memberikan kontribusi bagi pengembangan profesionalisme kita sebagai seorang "GURU".
Potret pendidikan Indonesia saat ini secara  umum menurut  pendapat kami dapat digambarkan sebagai berikut.
1.    Masalah prinsip
a.    Pandangan pendidikan bersifat microscopis. Pendidikan dipandang sebagai dunia tersendiri yang terpisah dan terpencil dari aspek – aspek.
b.  Pendidikan kurang memiliki keterkaitan dengan pembangunan sehingga menghasilkan tamatan sekolah menengah yang serba canggung dan banyak yang menjadi pengangguran.
c.      Ada tembok pemisah antara sekolah dengan masyarakat.
2.    Masalah tujuan
a.   Pembentukan manusia Pancasila sebagai tujuan pendidikan nasional kurang dijabarkan secara terperinci.
b.    Tujuan kurikulum hanya menitikberatkan kepada pengetahuan dan kecerdasan semata.
c.     Tujuan instruksional berpusat pada guru 
3.    Masalah Kurikulum
a.    Kurikulum menitikberatkan pada standar umum dan kemampuan rata – rata peserta didik.
b.      Kurikulum berdasarkan subject matter centered (berpusat pada mata pelajaran)
c.       Belajar dibatasi oleh dinding kelas dan sekolah
d.      Pendekatan kurikulum lebih terikat pada textbooks, mengahafal rumus – rumus, tahun – tahun sejarah dan sebagainya, kurang memberikan pengetahuan dan pengalaman hidup yang nyata pada anak didik
e.       Silabus pada kurikulum sekolah belum disusun dalam paket – paket.
4.    Masalah Metode mengajar
a.   Metode mengajar lebih berpusat pada guru
b.   Metode mengajar verbalitas – intelektualitas mengutamakan pemberian ilmu sebanyak – banyaknya, teoritis, steril dari dunia dan jiwa anak didik
c.   Metode mengajar berpusat pada guru
d.   Komunikasi guru dan siswa lebih bersifat menolong.
5.    Masalah Anak didik
a.     Anak didik sering dipandang hanya sebagai objek
b.   Sekolah lebih menekankan pada sistem klasikal, dimana guru menganggap semua anak didik sama
c.   Kondisi struktur pengorganisasian sekolah mengakibatkan banyakanya angka putus sekolah pelajar/mahasiswa di Indonesia
6.    Masalah Guru
a.       Guru lebih banyak berfungsi sebagai pengajar sekolah
b.      Guru cukup mengajar dengan buku dan menggunakan metode ceramah
c.       Kurang kreatif, inovatif dan motivasi kerja rendah
Untuk mengatasi permasalahan pendidikan tersebut di atas khususnya yang berkaitan dengan guru dan siswa dalam upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran, maka diperlukan solusi tepat yaitu penerapan lesson study untuk mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif karena proses belajar mengajar pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui ceramah. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat pada siswa memang tidak mudah, terutama jika diterapkan pada guru – guru yang menolak perubahan/inovasi.
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkang oleh para guru pendidikan dasar di jepang, yang dalam bahasa jepang disebut kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan Lesson Study. Keberhasilan Jepang mengembangkan Lesson Study dan mulai diikuti oleh beberpa negara lain, termasuk Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak Tahun 1993. Sementara di Indonesia pun sudah gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip – prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran secara terus menerus, berdasarkan data.  Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan pada prinsip – prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:
“Lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning and protocols that enable productive discussion of difficult issues”. (Lewis, 2002).

 Untuk membelajarkan guru melaksanakan lesson study tidak cukup bila guru dikenalkan pada apa dan bagaimana melaksanakannya , tetapi juga perlu diperkenalkan mengapa, apa tujuan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaannya sehingga lesson study yang dilakukan tidak kehilangan ruh. Guru perlu diperkenalkan pada apa persyaratan pelaksanaan lesson study, apa kesulitan dan hambatan pelaksanaannya dan tentu adanya komitmen untuk  kemaslahatan anak bangsa.
Seperti dikemukakan di atas, upaya mengembangkan team learning bagi guru-guru di sekolah dapat dilakukan dengan mengembangkan komunitas belajar profesional dalam bentuk penerapan Lesson Study.



Untuk melaksanakan Lesson Study guru-guru semata pelajaran mulai dengan berdiskusi menetapkan tujuan LS (research theme), yang menekankan pada penanaman nilai-nilai yang memungkinkan anak akan unggul secara akademis. Nilai-nilai yang menjadi tujuan dalam LS dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi dalam dunia pendidikan kita yang kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan karakter dan penanaman nilai.

Contoh tujuan LS:
“Siswa akan dapat berpikir mandiri, bekerjasama, bertanggung-jawab, menguasai kecakapan dasar, menjadi pemecah masalah, dan pembelajar sepanjang hayat. “

Dalam satu semester, guru-guru mata pelajaran yang sama dapat menyiapkan satu proses pembelajaran berkualitas tinggi selama 6 sampai 9 pertemuan sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas (research lesson). Setiap seminggu sekali selama 1,5 sampai dengan 2 jam secara reguler mereka berdiskusi berbagai hal untuk mewujudkan satu pembelajaran berkualitas tinggi. 

Mudahan bermanfaat.
Hidup Guru Tabalong
Hidup Guru Indonesia
Solidaritas....Yesssssss
Yessssssss



Guru merupakan ujung tombak bagi kualitas proses belajar mengajar. Oleh karena Itu profesionalisme guru merupakan suatu keharusan. Guru professional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode, tapi juga harus mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas tentang dunia pendidikan.Guru professional juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang makna hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Pemahaman ini akan melandasi pola pikir dan pola kerja guru serta loyalitanya terhadap profesi pendidikan. Dalam implementasi proses belajar mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim organisasi pengajaran yang bermakna, aktif, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik.
Guru profesional sesuai yang dipersyaratkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat 2 a, bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Dalam hal ini pendidik diharapkan  pertama, pendidik harus memiliki dasar ilmu yang kuat sebagai penjabaran terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21, kedua, penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praktis pendidikan yaitu pendidik sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Guru diyakini sebagai salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam melakukan proses belajar mengajar di sekolah. Ujung tombak pelaksanaan pendidikan adalah guru didalam kelas. Selama ini ahli-ahli kependidikan telah menyadari bahwa kualitas pendidikan sangat bergantung kepada kualitas guru dan praktik-praktik pengajarannya. 
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriyadi ( 2001:341-342 ) bahwa :
Ada empat factor yang dapat menyebabkan ketidakberdayaan guru, yaitu (1) ketidakberdayaan dalam karier, jenjang karier tidak jelas dan promosi jabatan tidak secara terbuka dapat diakses oleh semua guru, (2) ketidakberdayaan dalam kemampuan , (3) keridakberdayaan secara psikologis dalam menghadapi perilaku siswa, beban kurikulum dan keseragaman dalam melaksanakan tugas mengajar, (4) ketidakberdayaan dalam kesejahteraan.

Keadaan seperti ini banyak dialami oleh semua institusi dalam dunia pendidikan dan gambaran yang jelas terlihat pada institusi sekolah, hal ini disebabkan karena keterlibatan guru dalam pelaksanaan program pengembangan sumber daya manusia masih kurang. Guru kurang membekali diri dengan berbagai keahlian dan keterampilan yang memdukung proses pembelajaran, seperti komputer. Akibatnya metode pembelajaran yang diberikan guru pada siswa cenderung monoton dan kurang memotivasi siswa dalam belajar.
Komponen proses pendidikan memiliki banyak faktor yang berpengaruh terhadap hasil pendidikan, antara lain, faktor murid, guru, kurikulum, media pembelajaran, dan materi dan bahan ajar. Faktor guru menduduki peringkat paling atas, hal ini disebabkan guru merupakan ujung tombak yang akan menentukan ke mana arah pendidikan para siswanya. Guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya. Untuk itu apabila seseorang ingin menjadi guru yang profesional sudah seharusnya dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun up grading dan/atau pelatihan yang bersipat in service training dengan rekan-rekan sejawatnya (Uno, Hamzah B. 2007: 17).
Pendidikan memiliki peran yang strategis karena mempunyai tugas professional untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sorang guru akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), yaitu memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara professional bilamana hanya memenuhi salh satu diantara dua persyaratan di atas (Glickman dalam Ibrahim Bafadal, 2003: 5).
Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum,dan perkembangan manusia termasuk cara belajar. Tugas guru professional meliput tiga bidang  utama; (1) dalam bidang profesi, (2) dalam bidang kemanusiaan, (3) dalam bidang kemasyarakatan. Dalam bidang profesi, seorang guru professional berfungsi untuk mengajar, mendidik, melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang tua dalam peningkatan kemampuan intelektual siswa. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik menjadi berkemampuan serta keterampilan yang berkembang dan bermamfaat bagi kemanusiaan (Isjoni, 2006: 20-21)
Seorang guru dapat dikatakan profesional apabila memiliki kompetensi tertentu. Adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 10 ayat 1 adalah: (1) kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik, (2) kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, (3) Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam, (4) kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru untuk berlomonikasi dan berinteraksi secara efektif dan sfisien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wli peserta didik, dan masyarakat sekitar (Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005)
Hambatan yang mempengaruhi profesionalisme guru di Kabupaten Tabalong adalah masih ada beberapa guru yang mengajar tetapi tidak sesuai dengan pendidikan yang dimiliki oleh para guru sehingga dalam menyampaikan materi terhadap peserta didik mengalami beberapa masalah, seperti peserta didik mengalami kesulitan  untuk mengerti dan memahami materi yang disampaikan. Selain itu keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, seperti komputer, ruang laboratarium, ruang perpustakaan, serta koleksi buku-buku diperpustakaan yang masih terbatas sehingga menyebabkan semangat guru dan peserta didik mengalami penurunan. Bila hal ini dibiarkan tentunya akan mempengaruhi pelaksanaan proses belajar mengajar.
Dari uaraian diatas dapat memberi gambaran bahwa guru yang profesional merupakan kebutuhan nyata dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sehingga peningkatan profesionalisasi guru perlu diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Namun upaya peningkatan profesionalisme guru perlu melibatkan berbagai pihak yang berkompeten dalam penentu kebijakan dan guru itu sendiri. Oleh karena itu upaya peningkatan profesionalisme di segala bidang yang berkaitan dengan pendidikan merupakan pendorong terciptanya profesionalisme guru kearah yang lebih baik, karena guru bekerja dalam suatu sistem yang dikendalikan oleh suatu manajemen. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu sumberdaya manusia adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Fokus utama yang harus diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan institusi sekolah sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarananya. 
Dengan demikian dapat sy tarik sebuah kesimpulan mikro bahwa permasalahan-permasalahan yang ada di  Kabupaten Tabalong adalah : Masih kurangnya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengacu pada profesionalisme guru dan adanya guru yang mengajar tidak sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya/mismatch dan banyak lagi permasalahan lainnya terutama soal kesejahteraan guru menjadi masalah klasik yang seakan sulit dicarikan solusinya...so marilah kita bergandengan tangan, mengerahkan berbagai daya dan upaya dihiasai dengan ketulusan hati penuh dedikasi untuk kemajuan pendidikan kita khususnya Tabalong Tercinta...

Hidup guru Tabalong !!!
Hidup guru Indonesia !!!!
Hidup PGRI !....Solidaritas....! Yesssssssssssssssssss
Yesssss !!!!!

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget